Thomas Horsfield dan Pulau Bangka

Dalam ceramahnya di Batavian society of arts and sciences pada bulan sept 1815, Sir TS Raffles mengacu pada sebuah laporan mengenai Pulau Bangka yang ditulis oleh Dr. Horsfield.

LAPORAN ini menarik perhatian karena mengungkapkan adanya hubungan geologis yang erat di antara Pulau Bangka dan Semenanjung Melayu bagian tenggara. Pada kesempatan itu, Raffles menyatakan berharap bahwa laporan itu dapat diterbitkan secepatnya dengan dukungan dari East India Company.

Akan tetapi, puluhan tahun kemudian, ketika redaksi Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia mencari laporan itu, mereka tak menemukannya. Tidak di Inggris; tak juga di Batavia dalam bahasa Inggris atau pun Belanda. Akhirnya, Kolonel Butterworth, Gubernur Inggris di Semenanjung Melayu membantu dengan menanyakan hal itu ke India Office di Inggris. Beberapa bulan kemudian, redaksi majalah ini berhasil memiliki naskah asli laporan Dr. Horsfield beserta memorandum lampiran yang ditulisnya sebagai pengantar laporan.

Dalam Memorandum yang ditulisnya pada tanggal 5 Agustus 1847, Dr. Horsfield menjelaskan beberapa hal. Ia mulai bekerja sebagai naturalis untuk East India Company pada tahun 1812. Ia memanggul tugas meneliti propinsi-propinsi di bagian barat Pulau Jawa. Pada tahun yang sama, Thomas Stamford Raffles, Letnan-Gubernur Inggris di Indonesia menugaskan Horsfield dan dua orang lainnya untuk meneliti sebuah pulau yang baru saja diserahkan kepada Inggris. Pulau itu adalah Pulau Banka.

Tak lama setelah tiba di Pulau Banka, kedua mitra kerja Horsfield jatuh sakit dan kembali ke Batavia. Horsfield terpaksa meneliti sendirian saja. Selama sembilan bulan, ia mengelilingi pulau itu, memeriksa berbagai tambang timah dan mengumpulkan bahan untuk laporan yang harus ditulisnya. Ia juga berniat membuat peta Pulau Banka.

Pada tahun 1814, Horsfield menyampaikan laporan sementara yang telah ditulisnya kepada Raffles. Bahan dari laporan sementara inilah yang diungkapkan oleh Raffles dalam ceramahnya di Batavia Literary Society. Oleh tuntutan tugas-tugas lain, Horsfield tidak langsung dapat menyelesaikan penulisan laporan itu.

Hampir 30 tahun kemudian, ia mengirimkan tulisannya kepada redaksi Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia. Horsfield menambahkan catatan bahwa dalam waktu 30 tahun itu, tentunya sudah banyak sekali yang berubah di Pulau Banka dan sudah banyak pula tulisan yang muncul dari tangan peneliti-peneliti Belanda.

Memang betul, setelah Horsfield, banyak tulisan yang terbit mengenai Banka. Akan tetapi, tulisan Horsfield ternyata berisikan gambaran paling lengkap mengenai kandungan mineral Pulau Banka dibandingkan dengan tulisan-tulisan lain yang diterbitkan di masa itu. Horsfield memberikan gambaran mengenai tambang-tambang timah Banka ketika pulau itu masih dikuasai Inggris. Tulisan Horsfield juga berisi catatan kesejarahan Banka yang paling lengkap di pertengahan abad ke-19. Sebelum menerima laporan Horsfield, redaksi Journal telah menerjemahkan tulisan tentang Banka dari Tijdschrift voor Nederlands-Indiƫ dan mereka telah juga menerima artikel Dr Epp (yang ditulis dalam bahasa Jerman). Kedua tulisan itu disertakan sebagai kutipan-kutipan untuk melengkapi laporan Horsfield yang diterbitkan di jurnal ini.

Dalam Kata Pengantar untuk Laporan Mengenai Banka, Horsfield menyajikan catatan-catatan sejarah yang datanya dikumpulkan dari beberapa wawancara mengenai situasi di Pulau Banka: geografi, pertambangan dan masyarakatnya. Horsfield sendiri menyatakan bahwa catatan-catatan itu tidak sepenuhnya otentik karena bersandar pada ingatan serta kejujuran orang-orang yang diwawancarainya, yaitu berbagai warga kota Palembang dan Minto (Muntok). Namun, perlu diingat bahwa orang-orang yang diwawancarainya merupakan warga-warga terhormat di Palembang dan Minto yang dianggap tahu banyak mengenai sejarah serta budaya masyarakat dan daerah masing-masing. Data dari wawancara-wawancara itu seterusnya dilengkapi pula dengan catatan sejarah yang lebih dapat dipertanggungjawabkan

Di awal abad ke-18, Pulau Banka diserbu oleh seorang pangeran dari Palembang. Pertikaian dan perebutan kekuasaan di antara pangeran itu dan seorang pangeran lainnya pun mengambil tempat di pulau itu. Terjadinya berbagai bencana alam sesudahnya hampir saja menghancurkan seluruh pulau. Rentang waktu di antara tahun 1760-1780 merupakan masa yang tenang bagi Banka dan masyarakatnya mengalami periode yang makmur dan tenteram.

Ditemukannya timah di Banka mengundang kedatangan orang-orang asing, terutama orang Cina, yang tidak hanya bekerja di tambang-tambang itu, tetapi juga memperkenalkan pertanian dan perdagangan kepada penduduk setempat. Hutan-hutan mulai dibuka dan dibersihkan untuk membuat permukiman yang permanen. Di masa ini, hasil tahunan timah dari Pulau Banka dapat diperbandingkan dengan hasil tahunan pertambangan di seluruh Mexico.

Nama ‘Banka’ digunakan di beberapa daerah yang di sekitar dan di dekat bagian selatan Pulau Sumatera. ‘Banka, Plembang’ digunakan untuk mengacu pada kerajaan atau kesultanan Palembang di pantai timur Sumatera—yang terbentang ke barat sampai ke Banka-Ulu. Di kemudian hari, nama Banka-Ulu akhirnya menjadi Bankulen (Bengkulu). Selain itu, juga ada nama Banka-Musso yang digunakan untuk mengacu pada pulau yang terdapat di Selat Banka.

Selama dua abad pertama setelah kedatangan orang Eropa di India, tak ada yang tertarik melirik Pulau Banka. Pada waktu itu, di daratan Sumatera, orang-orang Barat itu sudah mendirikan gudang-gudang perdagangan di beberapa tempat: Jambi, Aceh, Palembang, Bangka-Ulu dan Padang. Pulau Banka hanya dikenal sebagai pulau yang tertutup oleh hutan belantara.

Sejarah permukiman Belanda di berbagai daerah di Sumatera dicatat dengan seksama oleh sejarahwan Valentyn. Nama-nama para residen dan agen-agen perdagangan mereka terdaftar mulai dari tahun 1616 di Jambi dan 1620 di Palembang. Yang di Jambi ditutup di pertengahan abad ke-18; sementara yang di Palembang masih terus bergiat sampai Inggris mengambil alih kekuasaan Belanda di Pulau Jawa dan daerah-daerah lain di nusantara.

Menurut Valentyn, komoditi yang menarik perhatian dan membuat Belanda datang ke Sumatera adalah: emas, lada, kapur barus, minyak kapur barus, benzoin (kemenyan), kayu sapan, kulit penyu, batu amber, getah jerang dan rotan. Timah merupakan komoditi yang ketika itu diduga hanya dihasilkan di Malakka saja.

Pada waktu ini, komoditi yang dihasilkan Banka adalah kayu hitam (ebony), kayu embaloo, lilin lebah dan madu, serta damar hitam dan putih. Penduduk Banka menyerahkan hasil-hasil hutan di atas kepada penguasa daerahnya sebagai upeti dan tanda setia. Tambang-tambang timah yang akhirnya membuat Banka tersohor baru diketemukan di awal abad ke-18.

Tak ada catatan sejarah Pulau Banka dari tangan penduduknya ketika Horsfield tiba. Yang ada hanyalah cerita-cerita bahwa dahulu kala, pulau itu berada di bawah kekuasaan Jawa. Orang masih dapat menunjukkan tempat-tempat tinggal para pembesar dari Jawa yang cenderung tinggal di pantai Barat. Permukiman utama terdapat di Kuttowaringin dan di sekitar muara Sungai Mendu, Selan dan Banko-Kutto. Di sinilah tempat tinggal perwakilan raja Jawa itu. Orang yang terakhir menduduki jabatan itu bernama Depatty Nusantara.


Pustaka Acuan:

Thomas Horsfield, M.D. “Report on the Island of Banka,” dalam The Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia. Vol. 2. Tempat-tahun (hal. 299 – ..)

0 komentar: